Studi tersebut dipublikasikan di jurnal Cell dan mencatat bahwa antibodi penetral yang diinduksi oleh vaksin Pfizer dan Moderna Covid-19 kurang efektif melawan varian virus corona yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan Brasil.
Menurut para ilmuwan, antibodi penetral bekerja dengan mengikat virus secara erat dan memblokirnya memasuki sel dan dengan demikian mencegah infeksi. Meskipun demikian, pengikatan ini hanya terjadi jika antibodi dan virus cocok dengan sempurna.
Jika bentuk virus berubah saat antibodi menempel padanya, antibodi tersebut mungkin tidak lagi dapat mengenali dan menetralkan virus. Para ilmuwan membandingkan seberapa baik antibodi bekerja melawan strain asli versus varian baru.
- DPR Minta Calon Jamaah Haji Masuk Prioritas Vaksinasi COVID-19
- Dorong Transparansi Vaksinasi COVID-19, Ombudsman: Menghindari Kecemburuan Masyarakat
- Rusia Vaksinasi Atase Militer dari 50 Negara
Baca Juga : Mutasi N439K Ditemukan di Indonesia, Waspada Virus ini Kebal Antibodi!
Ketika para ilmuwan menguji strain baru tersebut terhadap antibodi penetralisir yang diinduksi oleh vaksin, mereka menemukan tiga strain baru yang pertama kali dijelaskan di Afrika Selatan 20-40 kali lebih resisten terhadap netralisasi.
Dua strain yang pertama kali dijelaskan di Brasil dan Jepang lima hingga tujuh kali lebih resisten dibandingkan dengan garis keturunan virus SARS-CoV-2 asli dari Wuhan, China.
“Secara khusus kami menemukan bahwa mutasi di bagian tertentu dari protein lonjakan yang disebut domain pengikat reseptor lebih mungkin membantu virus melawan antibodi penawar,” kata salah satu penulis penelitian seperti dilansir Times of India pada Senin (15/3/2021).
Lihat Juga: Viral! Wanita Ini Hamil Tanpa Berhubungan Seks