“Negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dalam banyak kasus mengejar pendekatan penahanan yang menekan jumlah kasus,” ucap Michael Baker, seorang profesor kesehatan masyarakat di Universitas Otago di Selandia Baru.
(Baca: Vaksin Covid-19 Sudah Tersedia, Doni: Tetap Jalankan Protokol Kesehatan )
“Sebaliknya, sebagian besar negara di Eropa dan Amerika Utara melihat kebangkitan dalam jumlah kasus ketika mereka melonggarkan langkah-langkah penindasan,” sambungnya, seperti dilansir South China Morning Post.
- Kemampuan Drone Turki dan Azerbaijan Makin Ditakuti Eropa
- NATO Diperingatkan Waspadai Tantangan Kebangkitan China
Namun, ucapnya, pola di banyak negara berpenghasilan rendah hingga menengah lebih sulit dilacak karena tingkat pengujian yang rendah.
Baker mencatat bahwa kondisi musim dingin dikaitkan dengan peningkatan tingkat infeksi saluran pernapasan di negara-negara beriklim sedang. Itu karena orang menghabiskan lebih banyak waktu di area dalam ruangan yang padat, virus berpotensi bertahan lebih lama dalam kondisi yang lebih dingin dan juga paparan cuaca dingin dapat menurunkan pertahanan terhadap infeksi.
“Karena itu, kami memperkirakan risiko penularan Covid-19 meningkat di musim dingin, yang dapat menyebabkan lonjakan infeksi selama periode tersebut di belahan bumi utara,” katanya.
Sementara Donna Patterson, seorang profesor di Delaware State University yang mempelajari kesehatan global, mengatakan, untuk negara-negara dengan wabah aktif, respons kesehatan masyarakat yang kuat, termasuk pengujian, perawatan, pelacakan kontak, dan karantina serta isolasi jika diperlukan, tetap penting.